𝗛𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗱𝗶 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗮𝗸𝘂 𝗱𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗻𝗱𝗽𝗵𝗼𝗻𝗲 𝗱𝘂𝗹𝘂 𝗸𝘂: 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗹𝗶 𝗮𝗸𝘂 𝗸𝗲𝗺𝗯𝗮𝗹𝗶 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝘇𝗮𝗺𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂

Lingkar Studi Pers, Bogor - Merangkai Kisah.

Dulu kehidupan berjalan dengan amat ramai di setiap hari nya, bermain, belajar dan berdiskusi di tempat yang ku sebut tepas, dimana tempat itu menjadi tempat persinggahan untuk memulai pertualangan yang menghadirkan bersua, ria, canda dan tawa .

Saat itu, dunia terasa begitu sederhana. Tidak ada notifikasi yang tiba-tiba membuat hati terguncang, tidak ada layar yang membuat mata lupa istirahat,  tidak ada genggaman benda kecil yang mampu menelan seluruh perhatian dan tidak ada trend trend bermunculan di aplikasi penjara mata yang harus di ikuti.

Aku rindu masa ketika obrolan tidak harus diwakilkan oleh emotikon, ketika tawa masih nyata terdengar, dan ketika wajah teman-teman terlihat tanpa filter. Segalanya begitu apa adanya, begitu hangat, begitu menenangkan.

Handphone kini memang memudahkan segalanya, menghadirkan dunia hanya dalam genggaman. Namun, dalam kemudahannya tersimpan jebakan: kesunyian yang samar, keakraban yang tergantikan layar, dan waktu yang terkikis tanpa terasa. Aku sering bertanya pada diriku sendiri, apakah benar aku hidup lebih "terhubung", atau justru semakin terasing?

Aku ingin sekali kembali pada zaman yang menenangkan itu, ketika rasa cukup begitu mudah ditemukan. Zaman di mana kebersamaan lebih berharga daripada jaringan internet, dan perhatian tak pernah terbelah antara notifikasi dan wajah yang ada di depan mata.

Mungkin aku tak bisa memutar waktu, tapi setidaknya aku bisa belajar: untuk sesekali meletakkan handphone, menutup layar, lalu membuka mata pada kehidupan yang nyata di sekelilingku. Karena sejatinya, ketenangan bukan hilang, hanya tertutup oleh cahaya layar yang terlalu terang.

Tulisan ini ku buat untuk mengingatkan betapa indahnya sebuah penghujung keinginan diri sendiri yang mencari ke nyamanan dan ke tenangan, aku tidak ingin terpenjara oleh benda berlayar kecil ini, aku ingin memulai sebuah perubahan dan pembebasan dari penjara dunia maya ini.

Hidup sederhana di penuhi dengan rasa syukur dan tentram, Mempunyai pangan dan kladang di sudut desa di kelilingi keindahan alam.

Aku ingin sekali menciptakan kehidupan itu. Iyaa Aku, Muhammad Rifqi Galang Firdaus Syahrurrohman Assovar. 


Penulis: Muhammad Rifqi Galang Firdaus

Posting Komentar

0 Komentar