𝗟𝗲𝘂𝘄𝗲𝘂𝗻𝗴 𝗟𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻: 𝗛𝘂𝘁𝗮𝗻 𝗞𝗼𝗻𝘀𝗲𝗿𝘃𝗮𝘀𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗶𝗷𝗮𝗴𝗮 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗧𝗿𝗮𝗱𝗶𝘀𝗶


Pancawati, satu kata yang akan mengingatkan Anda pada sebuah kisah Istri Rama bernama Sita yang diculik Rahwana di tengah hutan belantara. Kisah itu juga mengisahkan bagaimana Rama dan Laksamana menyusun rencana agresi ke Alengka. Kini, Hutan Belantara Pancawati itu telah ditemukan kembali dengan nama Nasik di India. Tulisan ini ingin mengajak Anda menelusuri hutan belantara Pancawati itu lagi, namun tidak perlu jauh ke India, melainkan di sebuah desa yang memiliki hutan tersisa di Desa Pancawati Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor dengan nama Leuweung Larangan.


Untuk menuju Leuweung Larangan Desa Pancawati bukanlah perjalanan yang mudah, Anda harus menempuh perjalanan sejauh 40 Kilometer dari Pusat Kota Kabupaten Bogor (Cibinong) atau sejauh 78 Kilometer dari Monas Jakarta, belum lagi, ketika tulisan ini dibuat Anda harus lebih bersabar dan memutar untuk menuju Leuweung Larangan karena Jembatan Penghubung di Cikereteg sedang direnovasi karena longsor.

 

Namun, perjalanan panjang dengan jalan yang curam akan terbayar sudah ketika Anda menginjakkan kaki di Leuweung Larangan yang masih berada di bawah kawasan Gunung Gede Pangrango. Suasana berlatar hutan di tengah kawasan pegunungan, dengan udaranya yang sejuk dan berkabut akan menyambut Anda dengan ramah.


Suguhan pemandangan dengan pohon-pohon hijau yang menjulang tinggi bak di pedalaman hutan disertai beberapa permukiman warga yang dikelilingi hamparan hijaunya padi menjadi penawar lelah selama menempuh perjalanan.


Meskipun memiliki nama unik yakni “Leuweung” dalam Bahasa Sunda bermakna Hutan, Leuweung Larangan bukan sebuah hutan yang keadaannya mencekam dan tidak ditinggali penduduk. Di dalamnya, banyak tersembunyi hal menarik yang membuat pengunjung tertegun karena melihat ketidaklaziman kampung tersebut dengan kampung pada umumnya. Bagaimana tidak, tempat yang awalnya disangka tidak berpenghuni karena keunikan namanya, ternyata memiliki penduduk hampir mencapai 2 ribu jiwa.


Juru Pelihara Leuweung Larangan sekaligus Ketua Rukun Warga (RW) yakni Kusnadi, menyebut ada beberapa versi alasan dideklarasikannya nama Leuweung Larangan. Kusnadi bercerita, jika pada zaman penjajahan Belanda Leuweung Larangan dijadikan sebagai tempat persembunyian para penduduk sekitar. Kemudian, pada zaman Kerajaan Padjajaran, Leuweung Larangan dijadikan sebagai tempat pembakaran jenazah yang penduduknya mayoritas beragama Hindu sehingga siapapun yang melintas dan menginjakkan kaki di kawasan tersebut dikisahkan bertemu ajalnya. Oleh karenanya dikenal dengan nama kampung Larangan.


“Meskipun tidak ada sejarah tertulis tentang Leuweung Larangan ini, tapi sejarah tersebut diceritakan oleh Bapak hingga Kakek saya yang dari dulu juga jadi juru kunci kawasan Leuweung Larangan ini,” ucap Kusnadi yang sudah menjaga kawasan Leuweung Larangan selama kurang lebih 24 tahun.


Tak jarang orang sadar, Leuweung Larangan memiliki beberapa pesona tersembunyi yang teramat indah. Salah satu cagar alam yang dirawat baik oleh masyarakat setempat dan

 

juru kunci adalah Maqom atau Tapak Tilas Syekh Maulana Yusuf yang diketahui ada sejak tahun 1995 dan sempat ingin diambil alih pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor. Akan tetapi, berhasil dipertahankan masyarakat setempat agar tetap terjaga sisi keramatnya.


Salah satu Juru Kunci Tapak Tilas bernama Pardi menjelaskan tradisi masyarakat setempat yang tetap terjaga hingga sekarang, ialah tradisi mengunjungi Maqom Syekh Maulana Yusuf setiap satu tahun sekali tepat pada tanggal 9 Syawal.


"Jadi tujuan orang yang mengunjungi Maqom ini berbeda-beda, ada yang hanya sekedar berkunjung dan ada juga yang memiliki beberapa hajat keinginan untuk segera terkabul sehingga prosesnya minta dibina para juru kunci," jelas Pardi.


Pesona menarik yang menjadi kekayaan Leuweung Larangan, terdapat Cikahuripan yang disebut sebagai sumber mata air terjernih yang jarang terjamah oleh masyarakat. Kondisi curug sumber mata airnya yang disebut sebagai keramat, tak jarang mengalami pasang surut di beberapa keadaan.


Terlepas dari lokasi-lokasi keramat di atas yang lokasinya jarang diketahui, siapa yang bisa menyangka, meskipun letak lokasinya sulit dilalui tak seperti pemukiman pada umunya, di sisi tebing pohon-pohon selama perjalanan menuju kawasan utama Leuweung Larangan, ternyata berhasil dijamah para investor yang berniat memiliki bagian dari kekayaan Leuweung Larangan tersebut. Pembangunan yang ada seperti Vila, Kafe, Hotel bahkan pemanfaatan pohon jati berhasil dijadikan potensi wisata yang sedikit demi sedikit disinggahi para pengunjung. Bahkan, pabrik air mineral dengan merek yang cukup terkenal yaitu Pristine, dibangun di kawasan ini.


Sudah menjadi rahasia umum, ketika ada pembangunan yang menggila, terdapat bencana alam yang ikut menyapa. Untuk pertama kalinya di tahun 2019 kawasan pohon - pohon yang terdapat di sisi jalan Leuweung Larangan mengalami longsor dan berlanjut setiap tahunnya jika curah hujan mengalami kenaikan. Begitu pula di tahun 2010, fenomena menggemparkan datang dari Cikahuripan yang mengalami banjir akibat peluapan air

 

ketika Duta Besar (Dubes) Korea Selatan mengunjungi kawasan Leuweung Larangan tepatnya singgah di area pabrik Pristine. Persitiwa tersebut menelan korban Kim Young Sei putri dari Dubes Korsel hilang tak kunjung ditemukan. Padahal, Cikahuripan dikenal dengan curug yang sering mengalami kondisi perairan yang surut.


Meskipun demikian, Leuweung Larangan masih terjaga dengan berbagai tradisi. Hingga hari ini Anda masih bisa menikmati cagar alam, mata air Cikahuripan dan beberapa potensi wisata yang berkembang, begitupun masyarakatnya masih merasakan manfaat keasrian alamnya, menghirup kesejukan udaranya dan masyarakat dipastikan mendapat air gratis berkat terbangunnya pabrik air mineral Pristine yang lahir di kawasan tersebut.


Tentunya, tulisan ini dibuat bukan hanya untuk mengajak Anda menelurusi konservasi cagar alam dan budaya di Leuweung Larangan melalui tulisan, namun juga dapat menjaga Leuweung Larangan tetap bertahan di tengah pesatnya pembangunan.




Tulisan ini ditulis oleh Siti Zulfa Fauziah Mahasiswa Sains Komunikasi FISIPKOM Universias Djuanda yang berhasil meraih Juara 2 Skala Nasional Lomba Feature News pada ajang Commparty 2023 yang diselenggarakan oleh Universitas Sebelas Maret

Posting Komentar

0 Komentar