𝗥𝗲𝘁𝗿𝗶𝗯𝘂𝘀𝗶 𝗙𝗮𝗻𝘁𝗮𝘀𝘁𝗶𝘀: 𝗣𝗞𝗟 𝗥𝗲𝘀𝘁 𝗔𝗿𝗲𝗮 𝗣𝘂𝗻𝗰𝗮𝗸 𝗕𝗼𝗴𝗼𝗿 𝗥𝗮𝘀𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗦𝗶𝘀𝘁𝗲𝗺 𝗩𝗲𝗿𝘁𝗶𝗸𝗮𝗹𝗶𝘀𝗮𝘀𝗶 𝗣𝗲𝗺𝗲𝗿𝗶𝗻𝘁𝗮𝗵 𝗠𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗕𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗜𝗱𝗲𝗮𝗹

Lingkar Studi Pers, Bogor - Rest Area Gunung Mas Puncak Bogor beroperasi di lahan seluas 7 hektar tuai tuntutan keras dari para Pedagang Kaki Lima(PKL), yang saat ini sedang mengadu nasibnya di tengah persaingan ketat antar sesama PKL di lokasi tersebut, lantaran merasakan dampak ketidakidealan akan retribusi pengelola PT. Sayaga kepada pedagang. Rest area yang dibangun sejak tahun 2020 menghilirisasi sepanjang jalur puncak menjadi satu-satunya ladang perekonomian warga setempat. 

Setelah dilakukan pengalokasian secara berkala oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pada tahun 2021, banyak PKL merasa kecewa lantaran pendapatan mereka berbanding terbalik 360 derajat dari pendapatan sebelumnya saat masih berjualan di pinggir jalan. Ditambah tarif retribusi fantastis sebesar 200 ribu/bulan cukup meresahkan para pedagang yang menempati kios-kios rest area tersebut. Walaupun Kebijakan ini mendapatkan antusias baik oleh pihak pemerintah lantaran proyek rest area Gunung Mas Puncak Bogor merupakan pilar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat terutama warga Puncak dan sekitarnya. 


Upaya Pemkab didukung kolaborasi dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya dan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dirasa gagal oleh pedagang, dibuktikan terdapat titik fasilitas umum rest area tidak terawat seperti kios-kios kosong yang dibiarkan mangkrak, beberapa kamar mandi terlihat kumuh dan interior di dalamnya rusak, serta area terbuka hijau yang tidak terehabilitasi dengan baik. Tentunya hal ini menjadi tanda tanya besar bagi para pedagang atas iuran yang mereka kenakan setiap bulannya.

Novi menyampaikan pendapatan perbulanya pun tidak luput dari kata pas-pasan, pedagang dengan penghasilan minim terpaksa mendwifungsikan kios-kios selain untuk berdagang tetapi juga digunakan sebagai tempat tinggal. 
"Penghasilan di Rest Area ga nentu kadang cuma 50 ribu-80 ribu perhari itupun belum dipotong untuk uang tabungan buat bayar iuran kios dan modal jualan apalagi untuk kebutuhan makan itu jauh dari kata mencukupi," ujarnya.
"sebenarnya kita semua pedagang prihatin dengan pihak manejemen kadang iuran belum tentu bisa memperbaiki fasilitas rest area dengan cepet-cepet," tambahnya.

Tingkat penghasilan PKL diyakini dipengaruhi oleh tata letak kios-kios yang kurang strategis, kios-kios yang membentuk klaster cenderung mirip dengan komplek perumahan dari pada bangunan strategis untuk berjualan. Bangunan yang membentang seperti blok-blok terdapat beberapa titik. Kios paling belakang cukup sulit untuk dijangkau pengunjung, deretan kios sayap kiri membentang vertikal dari depan ke belakang yang minim lahan parkir sehingga pengunjung enggan menghampiri dikarenakan harus berjalan kaki lebih jauh dari titik area parkir di depan pintu masuk rest area, dan kios-kios dengan posisi terhimpit bahkan tidak terjamah sama sekali oleh para pembeli. Secara keseluruhan jumlah kios-kios tersebar sebanyak 516 kios, diantaranya kios aktif terisi dan pasif tidak berpenghuni dengan luas masing-masing petak kios sebesar hanya 2x3 meter.

Hal ini mendapatkan tanggapan serius setelah dilakukan audiensi terhadap pihak manajemen PT. Sayaga.

"Kami berupaya untuk mengajukan re-desain tata letak rest area hanya saja waktu yang diperlukan tidaklah singkat dan mungkin saja idealnya selama 15 tahun kedepan persetujuan perbaikan, didukung pula oleh pemerataan Dana Insentif Daerah (DID)," jelasnya. 

Selain itu menurutnya rehabilitasi fasilitas dan upaya penggerakan perekonomian di rest area menjadi tanggung jawab para PKL dengan meningkatkan gotong royong antar sesama pedagang. 

Solusi tersebut selalu dilakukan pedagang untuk berupaya menstabilkan pendapatan dan meningkatkan daya tarik pengunjung melalui rehabilitasi fasilitas sembari menunggu waktu agar harapan re-desain tata letak rest area terwujud. Namun fase jenuh kian mengkalut di beberapa waktu, ditambah tarif retribusi yang cukup besar mereka keluarkan tetapi tidak berdampak apapun untuk progresif fasilitas. Tanggapan pengelola selalu sama atas aliran dana iuran kios yaitu teruntuk bangunan, keamanan, dan fasilitas. Namun tanggapan itu terlihat tidak ada proses serius dilihat dari kondisi rest area yang jauh dari kata siap dan layak.

Penulis: Ade Pramitha

Posting Komentar

0 Komentar