MI Nurul Fatah: Sekolah Kecil dengan Sejuta Semangat


BOGOR- Kuliah Kerja Nyata (KKN) menjadi momen pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Djuanda Bogor yang melaksanakan KKN di Desa Kopo, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor yang dimulai sejak Kamis (26/7) lalu.

Salah satu program KKN yang direalisasikan berasal dari Divisi Pendidikan  yang bertujuan untuk membantu sekolah, khususnya guru dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini berlangsung selama lima hari dengan mengajar di dalam kelas.

Program tersebut dilaksanakan di MI Nurul Fatah yang berada di Kampung Cidokom 5, Desa Kopo, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Berada di sekitar dataran tinggi membuat area ini cukup sulit di jangkau oleh kendaran roda empat. Hanya terdapat jalan setapak yang bisa dilalui oleh kendaran roda dua dengan jalanan yang cukup curam. Akan tetapi, tak mematahkan semangat anak-anak Desa Kopo untuk berangkat ke sekolah menuntut ilmu.

Lia, seorang murid kelas 4 merupakan contoh dari anak yang tak pernah mengeluh meskipun setiap hari harus menempuh jalan yang cukup jauh untuk bersekolah. Ia juga mengaku senang dengan kehadiran mahasiswa Unida yang membantu mengajar. "Senang, soalnya tidak pernah diajar sama kakak-kakak mahasiswa," ucapnya.

Hal ini pun menjadi cambuk bagi mahasiswa KKN FKIP yang diketuai oleh Muhammad Cahya Aprilian Adha untuk semakin memaksimalkan diri saat mengabdi dan membantu kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut.

"Semangat anak Desa Kopo yang sangat luar biasa dengan segala keterbatasan yang ada membuat kami pun terbakar semangatnya untuk tak mau kalah semangatnya dengan mereka," ujar Cahya.

Sekolah yang hanya memiliki empat rombel ini membagi waktu belajarnya menjadi dua bagian, yakni kelas pagi dan siang. Selain sekolah dasar, di sekolah ini juga terdapat Taman Kanak-Kanak (TK).

Selama mengajar di MI Nurul Fatah, Cahya menceritakan hambatan yang dihadapi oleh timnya. Kurangnya sarana dan prasarana menjadi salah satu masalah.

"Karena ruang perpustakaan dipakai untuk TK, sehingga untuk program calistung (membaca, menulis, dan berhitung) agak kurang berjalan. Kemudian sasarannya adalah anak kelas 2 dan 3, jadi terkadang sulit ditebak yang sudah fasih dan belum (calistung), karena semua anak terlalu antusias akan hadirnya kami,"kata Cahya. (DEWI)

Posting Komentar

0 Komentar