Khafi Maulana Rahman: Mahasiswa Jadi YouTubers, Kenapa Tidak?





BOGOR— Generasi millennial saat ini memiliki banyak cara untuk berekspresi. Salah satunya adalah menjadi YouTubers. Khafi Maulana Rahman, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Djuanda (Unida) Bogor berhasil menarik perhatian publik melalui video-video mash-up musiknya yang kreatif.
            Pemilik channel 98khf ini mengaku iseng saat pertama kali membuat saluran di YouTube dua tahun yang lalu. “Awalnya karena gak ada kegiatan di kampus dan mikir kenapa gak cari penghasilan buat tambah uang jajan. Entah kenapa langsung kepikiran untuk bikin channel YouTube. Karena saya suka musik, jadi saya coba buat konten tentang musik juga,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Khafi, Senin, (12/11/18).
            Khafi mengatakan bahwa tidak mudah saat memulai sebagai YouTuber. Bermodalkan laptop dan kuota internet, ia mulai mencari ilmu agar dapat me-remix video-video musik kegemarannya.
            “Jadi di waktu senggang, di kampus itu saya masih kerja, kaya edit video atau audio. Lalu editannya disempurnakan di malam hari. Nah pas subuh itu suka ada kuota malam dan internetnya lancar, barulah di-upload,” katanya.
            Berkat kegigihannya, kini ia sudah memiliki 11.300 subscribers dan mulai membuka kanal baru sebagai vlogger dengan 870 subscribers. Pendapatan yang ia peroleh sebagai YouTuber pun mencapai Rp. 4,5 juta per bulan. “Lumayanlah bisa untuk memenuhi kebutuhan kuliah, seperti untuk makan, jajan, beli buku, dan lain-lain,” ucap Khafi.

Uang Bukan Tujuan Utama
            Menurut Khafi, banyak manfaat yang bisa diperoleh jika mahasiswa menjadi YouTubers. Mulai dari media untuk menyalurkan bakat, berbagi ilmu, hingga memperoleh penghasilan. Oleh sebab itu, menjadikan YouTube sebagai pekerjaan sampingan adalah hal yang wajar.
            “Tetapi YouTube tidak direkomendasikan menjadi pekerjaan utama, karena terlalu banyak risikonya. Kita tidak pernah tahu berapa uang yang bisa kita dapat setiap bulannya. Masalah lainnya yang sering dihadapi YouTubers adalah akunnya yang ditangguhkan oleh Google AdSense tanpa tahu masalahnya apa, jadi kita tidak bisa menerima pendapatan,” paparnya.
            Khafi menambahkan, jika ingin salurannya ditonton dan diikuti banyak orang maka Youtubers harus bisa menyajikan konten yang bermanfaat dan berkualitas. “Jangan mikirin pendapatan, yang terpenting itu adalah kontennya harus bermanfaat bagi banyak orang. Boleh menghibur atau berbagi ilmu. Kalau kontennya berkualitas, akan banyak viewers-nya. Otomatis uang juga akan datang sendiri,” tutur mahasiswa semester 5 ini.
           
YouTube sebagai Media Berekspresi
            Mengelola akun YouTube pada dasarnya adalah sebagai media untuk mengeskpresikan diri. Khafi berbagi strateginya kepada para mahasiswa yang ingin menjadi YouTubers. “Buatlah konten yang sesuai dengan passion kalian, sesuai dengan apa yang kalian suka. Jangan buat konten yang orang lain suka, tapi kalian sendiri tidak paham. Karena jadi YouTubers itu harus konsisten kalau ingin dilihat banyak orang,” jelasnya.
            Khafi juga menuturkan bahwa mahasiswa bisa memanfaatkan akun media sosial mereka untuk mempromosikan channel YouTube-nya agar dilihat banyak orang. Tautan video bisa dibagikan melalui WhatsApp, Facebook, maupun Instagram. “Kita juga bisa menggunakan media sosial untuk sharing dengan teman-teman soal konten YouTube berikutnya. Seperti saya yang sering menerima permintaan dari viewers dan followers di media sosial, bahkan sampai sekarang malah jadi teman diskusi,” tuturnya.
            “Jadi YouTubers bisa berdampak positif, seperti menambah skill di era digital karena mampu mengedit video dan berkomunikasi lewat media sosial. Selagi masih bisa bagi waktu dengan kuliah, mahasiswa jadi YouToubers ya kenapa tidak?,” pungkas Khafi. (irs/kmk)


           
           


Posting Komentar

0 Komentar